Tantangan terbesar 74
tahun usia NKRI selain terorisme, penyalahgunaan narkoba, dan ancaman
disintegrasi bangsa adalah kemerosotan moral. Kemerosotan moral sangat
berbahaya dan mengancam keberlangsungan tongkat estafet kepemimpinan bangsa dan
negara. Banyak sekali kemerosotan moral yang merusak sendi-sendi tatanan
masyarakat. Ada kemerosotan moral yang merugikan keuangan negara, seperti
korupsi yang dilakukan oleh oknum pejabat. Kemerosotan moral yang memicu
keresahan masyarakat seperti maraknya tindakan kriminal disertai tindakan
kekerasan. Yang terbaru adalah kemerosotan moral yang menganggu keutuhan negara
seperti mudahnya masyarakat diprovokasi dan dibayar untuk melakukan kerusuhan.
Selain itu, kemerosotan
moral yang mengindikasikan parahnya kerusakan moral bangsa adalah tingginya
angka kehamilan diluar nikah. Kemerosotan moral yang saya sebut terakhir
termasuk berbahaya karna memicu rantai permasalahan sosial yang berkelanjutan.
Kenapa? Karena kehamilan diluar nikah banyak dialami remaja. Jelas mereka putus
sekolah, belum matang secara emosional, dan mempengaruhi gizi dan kualitan anak
yang dilahirkan. Tidak jarang kehamilan diluar nikah yang dialami remaja akan
memicu kekerasan rumah tangga dan perceraian.
Lalu bagaimana
mengudari benang kusut kemerosotan moral di negara kita? Tentunya
keberlangsungan negara ini ditentukan oleh tingginya moral para penerus bangsa
dengan ditandai semakin beradabnya masyarakat kita. Salah satu cara yang
dilakukan Pemerintah untuk mencegah kemerosotan moral adalah melalui penguatan
pendidikan karakter. Menurut laman kemendikbud dalam artikel”Pendidikan
Karakter Dorong Tumbuhnya Kompetensi Siswa Abad 21”, penguatan pendidikan
karakter di sekolah harus dapat menumbuhkan karakter siswa untuk dapat
berpikir kritis, kreatif, mampu berkomunikasi, dan berkolaborasi, yang mampu
bersaing di abad 21. Hal itu sesuai dengan empat kompetensi yang harus dimiliki
siswa di abad 21 yang disebut 4C, yaitu Critical Thinking and Problem
Solving (berpikir kritis dan menyelesaikan masalah), Creativity (kreativitas), Communication
Skills (kemampuan berkomunikasi), dan Ability to Work
Collaboratively (kemampuan untuk bekerja sama).
Penguatan pendidikan
karakter yang dijabarkan dalam Intruksi Presiden Nomor 21 Tahun 2016 dan
diperkuat oleh Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan
Pendidikan Karakter diharapkan mampu mempersiapakan generasi emas menjadi
Pancasilais. Oleh karena pentingnya penguatan pendidikan karakter, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018 tentang
Penguatan Pendidikan Karakter Pada Satuan Pendidikan Formal. Dalam Pasal 1
Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018, disebutkan Penguatan Pendidikan Karakter yang
selanjutnya disingkat PPK adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab
satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi
olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama
antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan
Nasional Revolusi Mental (GNRM).
Sebab Negara Kesatuan
Republik Indonesia didirikan untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial. Maka kewajiban kita
sebagai bagian dari negara ini untuk ikut serta membangun masyarakat. Salah
satu caranya adalah dengan peduli dengan lingkungan sekitar kita. Salah satu
contoh bentuk kepedulian kita adalah cinta dan bangga menjadi warga negara
Indonesia. Bagaimana mewujudkannya? Kita dapat mewujudkan rasa cinta dan bangga
sebagai warga negara denga peduli dengan hal-hal yang meresahkan masyarakat. Tindakan
meresahkan masyarakat tidak sebatas pada kasus terorisme, tapi juga kenakalan
anak-anak. Karena kenakalan anak-anak inilah yang memicu tingginya angka
kehamilan diluar nikah dan menyebabkan terganggunya kualitas penerus bangsa.
Penting kita ketahui
bahwa segala bentuk kenakalan anak yang membenihkan kemerosotan moral berawal
dari keluarga. Karena moral dan akhlak anak sedikit banyak dipengaruhi oleh
kebiasaan yang dia terima di keluarganya dan masyarakat. Anak dengan orang tua
suka marah-marah dengan kata-kata kasar, dipastikan akan berkata-kata kasar.
Dari sinilah pasal 5
Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018 mengoptimalkanTripusat Pendidikan (sekolah,
keluarga, masyarakat) dalam menyukseskan penguatan pendidikan karakter. Jika
disekolah anak-anak diajarkan berbicara baik, namun orang tuanya sering
berbicara kotor tentu anak akan sulit menerima pendidikan dari sekolah. Layak
jika tiga ajaran Ki Hajar Dewantoro perlu kita bumikan. Semboyan taman siswa
ini sangat sesuai dengan kebutuhan negara kita saat ini, yaitu ing ngarso sung
tulodo (didepan memberikan suri tauladan), ing madya mangun
karsa(ditengah-tengah kita harus bisa menggerakkan kepedulian), dan tut wuri
handayani (dari belakang kita harus bisa membangkitkan semangat atau dorongan
moral).
Sehingga keluarga
sebagai bagian terkecil masyarakat harus bisa menjadi mitra sekolah dalam
mendidik anak di rumah. Sebagai contoh dalam penggunaan gawai pintar seperti
telepon seluler, anak-anak harus diajak komunikasi dan diberitahu manfaat dan
akibat penggunaan gawai berlebihan, anak-anak harus diajarkan literasi digital
dengan memberitahu hal-hal yang boleh dan tidak boleh diakses dalam menggunakan
gawai. Orang tua juga harus peduli dengan memberikan hukuman yang positif seperti
tidak meminjamkan gawai atau mengurangi uang saku jika melanggar. Dan
memberikan penguatan jika anak-anak mematuhi peraturan penggunaan gawai. Karena dibalik kemudahan yang ditawarkan oleh
gawai melalui media-media sosial terdapat berbagai macam sumber kerusakan yang
mengancam penerus bangsa kita. Disinilah peran orang tua sebagai pengawas dan
mitra sekolah di rumah diperlukan untuk mencegah kemerosotan moral
dilingkungannya.
Begitu pula masyarakat,
sebagai bagian dari tri pusat pendidikan harus peka terhadap segala bentuk
tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur Pancasila. Masyarakat harus
menjadi sumber berita untuk mencegah kemungkinan permsalahan sosial di
sekitarnya. Patut kita berbangga, begitu banyak aplikasi-aplikasi start up yang
bisa digunakan masyarakat untulk melaporkan permasalahan masyarakat. Melalui
kepedulian dan penggunaan media sosial secara baik, tentu masyarakat
bermartabat akan bisa kita wujudkan. Sekarang kita perlu membekali masyarakat
dengan literasi kewargaan.
Literasi kewargaan
adalah kemampuan dalam memahami hak dan kewajiban sebagai warga negara. Dengan
demikian, literasi budaya dan kewargaan merupakan kemampuan individu
dan masyarakat dalam bersikap terhadap lingkungan sosialnya sebagai bagian dari
suatu budaya dan bangsa. Melalui literasi kewargaan masyarakat diberitahu
bagaimana melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai warga negara secara benar.
Harapannya adalah masyarakat mampu menderadikalisasi berita-berita bohong.
Kemampuan menderadikalisasi perlu dimikili sebagai usaha preventif terhadap provokasi
yang memecah belah masyarakat.
Identitas Penulis
Nama :
Ibnu Anwar, S. Pd
Pekerjaan :
Guru Kelas SD N Karangayu 02
Alamat instansi :
Jalan Kenconowungu IV Nomor 16
Nomor WA :
08157628157